Sunday, March 25, 2012

Perbandingan Novel

| Sunday, March 25, 2012
Novel popular hingga saat ini masih menjadi produk kesenangan—masyarakat. Disamping sifatnya yang menghibur (entertainment), novel popular sering mengangakat tema yang memang menjadi perbincangan khalayak. Seperti percintaan anak muda, rumah tangga, dan karier. Maka tak heran jika ternyata banyak masyarakat Indonesia lebih menggemari novel popular dibandingkan novel serius.
Dalam perkembangannya, novel popular memiliki karakter yang berbeda dari masa ke masa. Berdasarkan masa dan tahun terbitnya, para apresiator sastra menggolongkan novel popular 70, 80, 90, dan 2000an. Lalu, apa sebenarnya yang membedakan novel-novel tersebut. Apakah karena tahun terbitnya saja, atau memang memiliki perbedaan yang krusial? Sebenarnya, hal yang membedakan novel-novel tersebut terletak dari segi realitas dan struktur novel.
Karmila, Cintaku di Kampus Biru, Terminal Cinta Terakhir, Ali Topan Anak Jalanan, Lupus, Balada Si Roy, Jejak-jejak Jejaka, Peluang Kedua, Pintu Terlarang, Istana Kedua. Novel-novel tersebut digolongkan ke dalam novel popular Indonesia.
Novel tahun 70an
Novel di atas yang termasuk tahun 70an adalah novel Karmila, Cintaku di Kampus Biru, Terminal Cinta Terakhir, Ali Topan Anak Jalanan. Dalam novel Karmila, kisah yang diangkat adalah kehidupan seorang perempuan yang bernama Karmila. Dalam novel ini, tema yang dibahas adalah realitas kehidupan kota metropolitan (dalam hal ini Jakarta). Layaknya sebuah kota metropolitan, masalah yang sering timbul adalah masalah pergaulan ramaja. Karmila—seorang mahasiswi kedokteran yang dinodai oleh lelaki yang tak bertanggung jawab ketika pesta ulang tahun temannya. Selain itu, konflik yang mencuat dalam novel ini adalah masalah percintaan anak manusia. Karmila merasa kecewa karena ia harus meninggalakan kisah percintaannya bersama lelaki yang selama ini ia cintai.
Selain tema percintaan, novel tersebut menggambarkan kepada kita (pembaca) bahwa di kota metropolitan status sosial adalah hal yang cukup krusial. Ini terlihat dari keinginan Karmila (tokoh utama) yang sangat memimpikan menjadi seorang dokter.
Untuk gaya bahasa, novel Karmila menggunakan bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti. Sehingga pembaca dengan mudah memahami pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Untuk endingnya, penulis menggunakan ending tertutup yang tidak memungkinkan pembaca untuk mengintrepretasikan isi cerita secara keseluruhan.
Jika berbicara realitas, novel Karmila menonjolkan konflik anak muda kota metropolitan yang diidentik dengan pergaulan bebas, seks bebas, dan tindakan amoral lainnya.
Selain novel Karmila, hal senada juga terdapat pada novel Cintaku di Kampus Biru. Dalam novel ini, tokoh utamanya adalah seorang mahasiswa yang bernama Anton. Tokoh Anton sangat menonjol dalam novel ini. Ia adalah seorang pemuda tampan, pintar, dikagumi gadis-gadis, dan bisa dikatakan nyaris sempurna. Novel ini berlatar kampus dengan penuh dinamika sosial. Lagi-lagi, masalah percintaan menjadi bagian yang paling dominan dalam novel ini.
Jika kita berbicara masalah realitas dalam novel Cintaku di Kampus Biru, realitas yang menjadi perhatian adalah masalah strata sosial. Seperti kutipan berikut ini, “Anton yang berlatar belakang keluarga kurang mampu—dicela oleh keluarga Erika ketika ia berkunjung ke sana. Selebihnya, tema sentral yang menwarnai kisah ini adalah kisah percintaan di kampus biru.”
Selanjutnya, pada novel Terminal Cinta Terakhir, latar ceritanya di kota Jakarta. Akan tetapi, dalam novel tersebut terdapat sentuhan realitas tentang budaya Batak, yang menjadi pembeda dari kedua novel sebelumnya.
Sedangkan dalam novel Ali Topan Anak Jalanan, tokoh perfeksionis melekat pada tokoh utamanya. Ali Topan digambarkan sebagai anak jalanan yang tampan dengan tinggi 172 cm, kurus, berwarna kulit sawo matang, berasal dari keluarga berpunya, tetapi tidak bahagia dirumah, sehingga ia melampiaskannya dengan cara ngebut dengan sepeda motornya di jalanan, sering ponteng, selalu memakai celana jeans ke sekolah, tetapi tetap bisa menjadi juara kelas dan meraih nilai-nilai tertinggi. Untuk masalah latar, lagi-lagi berlatar di kota Jakarta. Seperti pada umumnya, masalah utama yang kerap kali dihadapi oleh remaja metropolitan adalah masalah Broken Heart, percintaan, dan pergaulan bebas anak remaja.
Novel Tahun 80an
Berbeda dengan novel 70an yang tokoh-tokohnya kebanyakan berusia cukup dewasa, yaitu rentang usia 17-22 tahun (berstatus mahasiswa). Pada novel tahun 80an acapkali mengangakat kisah hidup remaja SMP dan SMA. Seperti yang kita ketahui, masa SMP atau SMA adalah fase peralihan seseorang dari remaja menuju dewasa. Lalu apa realitas yang terjadi pada masa itu? Realitas yang terjadi adalah masa remaja diidentik dengan pergaulan huru-hara, kesenangan bermain, dan cinta monyet. Sebagai contoh, novel Lupus (Makhluk Manis dalam Bis) bercerita tentang pertemanan sekelompok anak SMA yang penuh dengan cerita unik dan lucu. Dalam novel Lupus, latar tempatnya yaitu di Jakarta. Layaknya remaja metropolitan, kesenangan mereka adalah menggoda anak perempuan, main ke mall, dan keluyuran di jalan. Karakter remaja sangat melekat pada novel Lupus ini.
Jika dibandingkan, tokoh-tokoh dalam novel tahun 70an dan 80an memang berusia muda. Akan tetapi yang membedakannya adalah, tokoh dalam novel tahun 70an lebih dewasa secara umur (mahasiswa) dibandingkan tokoh dalam novel tahun 80an (remaja).
Novel Tahun 90an
Lalu, bagaimana pada novel tahun 90an? Adakah perbedaan yang cukup berarti dengan novel pada tahun sebelumnya? Dari segi tema, bisa dikatakan tidak jau berbeda. Yaitu masih tentang cinta. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian awal tulisan ini, tema cinta memang sesuatu yang tak bisa dipisahkan dari novel popular. Karena itulah yang menjadi nilai komersil dan menjadi daya tarik tersendiri untuk pembaca. Tetapi, perbedaan yang cukup berarti pada novel tahun 90an dibandingkan novel 70 dan 80an terletak dari gaya penyampaian cerita, segmentasi pasar, dan bahasa tentunya. Jika pada novel 70 dan 80an tokoh utamanya rata-rata; orang-orang yang terjerat pada masalah sosial remaja, novel tahun 90an lebih menitikberatkan pada masalah pencarian jati diri, karier, dan percintaan yang lebih bersifat serius. Segmentasinya jelas, yaitu remaja yang minimal sudah paham apa itu cinta, perasaan, kasih sayang, dan pengorbanan. Bisa dikatakan novel tahon 90an lebih serius dari segi cerita dibandingkan novel 70 dan 80an.

Related Posts

No comments:

Post a Comment